Narasumber Elan Negara / Kanal Youtube Tim Kaizen |
Belajar Di Luar Sekolah Menurut Pengalaman Mas Elan
Acara ini juga disiarkan langsung melalui kanal Youtube Tim Kaizen / Mbak Tantri bertugas sebagai moderator acara |
Masih Ingin Menemukan Hobinya
Mind mapping bertujuan untuk melatih struktur berpikir.
Melalui proyek SoBike, Mas Elan mengasah minatnya, meski belakangan minat tersebut berubah-berubah tidak masalah, yang penting keingintahuan anak dapat disalurkan dengan baik. SoBike pula yang mengantarkan Mas Elan sampai diundang oleh seorang profesor di Jepang. Berbekal mind mapping dalam bentuk flipchart, Mas Elan berhasil mempresentasikan idenya di negeri matahari terbit itu.
Orang Tua sebagai Pendamping dalam Belajar
- Iman
- Akhlak
- Adab
- Bicara
Jadi jika keempat pilar ini sudah dimiliki, maka ke manapun anak merantau, mau sekolah formal atau homeschooling, unschooling, ia dapat mewujudkan impiannya. Apalagi yang nomor 4, bicara, tak heran semua anak Pak Dodik dan Bu Septi memiliki kemampuan berkomunikasi dan public speaking yang baik, runtut, jelas, dan hampir tidak ada kesalahan dalam menyampaikan pokok-pokok pikirannya.
Tim Kaizen yang dinakhodai Mbak Nana (pojok kanan atas) foto bareng dengan Mas Elan |
"Ditendang" dari Rumah
Kebiasaan yang diterapkan oleh orang tua Mas Elan di dalam keluarga, pada usia remaja, anak "ditendang" dari rumah alias hijrah. Pasti banyak hal yang dapat dipelajari dari hijrah ini, anak memperoleh pelajaran bagaimana bertahan untuk hidup (survival), melatih kemampuan beradaptasi, komunikasi dengan orang-orang yang baru dikenal, dan masih banyak lagi faedah lainnya dalam suatu hijrah.
Adapun tantangan terbesar yang dirasakan Mas Elan adalah banyaknya pertanyaan dan komentar orang tentang ia yang memilih tidak kuliah, dan akan bekerja di mana ia nantinya. Jalan unschooling yang ia tempuh memang tidak semudah anak yang bersekolah formal.
Pendidikan di sekolah formal dapat diprediksi waktu selesai belajarnya. SD menghabiskan waktu 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, kuliah di perguruan tinggi kurang lebih 4 tahun. Sementara pada pendidikan unschooling tidak ada batasan waktu yang jelas. Semuanya ditetapkan sendiri, sangat tergantung pada si pembelajarnya.
Kekuatannya justru pada motivasi internal anak dalam menjalani dan menyelesaikan proses pembelajarannya. Berbeda dengan sekolah karena disuruh orang tua, anak kadang-kadang malas bangun pagi hingga telat tiba di sekolah, menunda mengerjakan PR, dan masih banyak lagi problem yang muncul akibat kurangnya motivasi diri anak.
Pengakuan Kemampuan dari Pakarnya
Terkait tolok ukur pencapaian hasil belajar pada anak unschooling, Mas Elan menegaskan soal pengakuan kemampuan, harus dikeluarkan oleh orang yang kompeten di bidangnya, bukan dari orang tuanya sendiri, atau orang lain yang tidak memiliki kredibilitas yang sah untuk menilai si anak sudah mampu atau masih harus belajar lagi.
Demikian pula tentang kritikan, Mas Elan menerima kritikan dari yang memang ahli di bidang tersebut. Tentunya hal ini dapat dijadikan panduan bagi para bunda yang terkadang langsung merasa kecewa ketika dikritik oleh orang lain.
Cek terlebih dahulu, apakah yang memberikan kritik memang kompeten di bidang itu atau hanya sekadar berkomentar saja. Jika memang kritik keluar dari ahlinya, maka tentunya hal ini dianggap sebagai sarana untuk belajar lagi, memperbaiki hal-hal yang layak untuk dibenahi kembali.
Gelas yang Senantiasa Kosong
Yang paling tahu mengenai anak ibu adalah ibunya sendiri, jadi tidak perlu banyak bertanya di kelas-kelas parenting, sudah saatnya bertanya pada anaknya secara langsung.
Mas Elan, anak muda yang inspiratif |
Kesimpulan
- Belajar itu bisa dilakukan kapan dan di mana saja, baik melalui pendidikan formal maupun unschooling, yang penting adalah terus belajar, tidak berhenti belajar.
- Proyek dapat dijalankan anak jika sesuai dengan minatnya, dengan durasi waktu yang disesuaikan dengan kondisi anak. Tidak harus dalam waktu yang panjang, jika anak mudah bosan bisa menjalankan proyek yang waktu pelaksanaannya relatif singkat saja.
- Merdeka belajar bukan berarti merdeka sebebas-bebasnya tanpa batas. Tetap memiliki tolok ukur pembelajaran, bisa dibuat sendiri, bisa pula dibuat oleh pakar di bidang yang akan dipelajari.
- Senantiasa menganggap diri sebagai gelas kosong sehingga butuh belajar terus untuk mengisinya.
- Sebaiknya tidak terlalu mempermasalahkan anak yang bermain game online, justru jika semakin dilarang anak akan terus mencari cara agar bisa main game online. Ibu harus pandai-pandai berkomunikasi yang produktif dengan anak digital native.
- Memperbanyak ngobrol dengan anak. Karena kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di kelas-kelas parenting ternyata ada pada anak sendiri. Orang tua penting sekali mengetahui dengan mengajaknya ngobrol.
Senang sekali bisa sharing langsung dengan Mas Elan, banyak insight yang diperoleh dari pengalaman-pengalamannya. Semoga ke depannya ada sesi khusus anak-anak remaja ketemu juga dengan Mas Elan. Insyaallah menginspirasi, meningkatkan kepercayaan diri anak-anak muda Indonesia, termotivasi untuk maju terus meraih impiannya.
Terima kasih, Mas Elan.
Teman-teman bisa menyimak siaran ulangnnya di kanal Youtube Tim Kaizen ya...
Salam komunikasi produktif keluarga adaptif
(Tim Kaizen - Ekosistem Ibu Pembaharu, 2022).
Referensi:
Rangkuman talkshow bagi orang tua dan remaja, Merdeka Belajar bersama Kak Elan Negara, yang diselenggarakan melalui media Zoom dan disiarkan secara langsung di kanal Youtube Tim Kaizen, Sabtu, 30 Juli 2022, pk. 13.00 sd. selesai.
[1] Sulistyani, S. A. (2021). Implementation of Unschooling Education Model As An Effort to Develop Tolerance Values. Dialog, 44(2), 152-165.
[2] https://blog.kejarcita.id/perbedaan-homeschooling-dengan-unschooling/
Penulis: Mia_Tim Kaizen
Posting Komentar