Pekan lalu saya berkesempatan mengikuti webinar yang diadakan suatu komunitas narablog. Temanya tentang inner child. Sejujurnya topik ini sudah pernah saya dapatkan saat mengalami kelas Bunda Sayang di Institut Ibu Profesional, Namun entah mengapa hingga saat ini terasa masih relevan apalagi di tengah semangat memperbaharui ilmu terus menerus seperti sekarang ini.
Narasumber di webinar ini adalah Teh Diah dari Biro Psiokologi Dandiah Care-Bandung. Sedikit bercerita tentang kisahnya dan suami hingga akhirnya concern terhadap isu psikologi ini, sebelumnya Teh Diah dan Pak Dandi suaminya adalah para pekerja di perusahaan bonafit.
Masalah muncul melalui putri mereka yang sempat mengalami perundungan. Merasa perlu menyelesaikan persoalan ini, akhirnya mereka berdua bertekad membayar utang pengasuhan kepada anak. Kekuatan mental seseorang itu terlihat dari sejauh mana ia mampu mempertahankan resiliensi. Di saat mengalami hantaman kehidupan.
Pengasuhan Positif
Pengasuhan positif atau positive parenting, adalah pengasuhan yang mengedepankan kasih sayang dan kepentingan anak sehingga tercipta hubungan yang hangat antara orang tua dan anak. Pengasuhan positif ini. Fokus yang diutamakan dalam pengasuhan positif setidaknya memuat tiga hal, memaafkan, memberdayakan, dan bersyukur.
Aspek yang penting untuk diubah ke arah yang lebih positif adalah:
- Thinking (pikiran)
- Feeling (perasaan)
- Acting (perilaku)
Tujuan dari membasuh luka pengasuhan yang ditimbulkan dari negative inner child adalah untuk mencapai functional family, yaitu keluarga yang berfungsi sebagaimana mestinya. Orang tua menjadi pemasok kebutuhan fisik dan psikis anak, sebagai care giver, pelindung anak-anaknya. Keluarga sebagai lembaga pendidikan bagi anggotanya dan sebagai tempat mencurahkan kasih sayang di antara orang tua dan anak-anaknya.
Inner Child adalah sosok anak kecil dalam diri orang dewasa, yang memiliki sisi happy dan unhappy, muncul kembali di masa sekarang.
Oya, tidak semua bagian dari inner child itu negatif. Ada positive inner child, dan ada negative inner child seperti yang saya tuliskan di atas. Inner child yang negatif muncul dari luka batin yang belum disembuhkan dari masa lalu.
Sementara inner child yang positif pengalaman masa kecil yang membahagiakan, sehingga jika mengingatnya, justru menjadi penyemangat dalam mengasuh anak-anak di zaman sekarang.
Teh Diah membedakan antara luka pengasuhan dengan inner child. Kalau luka pengasuhan pada usia 15 tahun sudah kelihatan anak malnutrisi psikologinya. Sedangkan inner child saat usia dewasa, misalnya 21 tahun baru kelihatan.
Luka pengasuhan timbul karena orang tua kurang berlemah lembut pada anaknya sehingga kebutuhan anak di sisi perlakuan kasih sayang akhirnya minus. Anak tidak diapresiasi, disalahkan, dan akhirnya anak kurang mendapatkan bahasa cinta. Orang awam sering menyebutnya toxic parents. Dalam ilmu psikologi tak semua dikategorikan sebagai orang tua beracun, namun not supportive parents.
Para orang tua yang abai terhadap perlakuan kasih sayag anak pada anak, inilah yang disebut sebagai orang tua yang durhaka. Jadi tak hanya anak saja yang durhaka, ayah atau ibu pun bisa menjadi orang tua yang durhaka, suka melawan anaknya sendiri.
Sebelum anakmu mendurhakaimu, kamu telah mendurhakainya lebih dahulu
Kaitan Pengasuhan Positif dengan Komunikasi Produktif
Jelas sekali sangat berkaitan antara pengasuhan positif dengan komunikasi produktif. Orang tua yang sudah membenahi dirinya luar dalam, termasuk menuntaskan persoalan inner child dalam dirinya, insyaallah akan termanifestasi lewat pemilihan kata-katanya pada sang anak.
Orang tua yang dominan positive inner child-nya, maka komunikasinya kepada anak-anak akan menunjukkan hal-hal yang positif. Ia akan berusaha menciptakan momen-momen baik bersama anak. Menghargai kebaikan anak, meminta maaf jika punya masalah, menyampaikan pesan-pesan pada anak dengan bahasa cinta yang dipahami anak.
Berhati-hati jika pada orang tua, yang lebih memimpin jiwanya adalah
negative inner child, kasihan pasangan dan anak-anaknya. Ibaratnya jiwa orang tua dikendarai oleh anak kecil terluka. Bisa-bisa memperlakukan
anak-anak sendiri menjadi pelampiasan kemarahan yang tanpa sebab, meledak-ledak dan tanpa solusi, khas anak-anak pada umumnya.
Merasa ada ancaman, ada rasa takut, tidak bersyukur atas apa yang telah dimiliki, merasa
insecure, sebegitu pentingnya pengaruhnya pada
komunikasi produktif, sehingga inner child yang negatif harus mendapatkan penyelesaian dengan baik.
Salah satunya dengan tidak berhenti belajar, mendapatkan ilmu untuk menjadi orang tua yang baik. Jika level luka batinnya terlalu berat, maka sebaiknya meminta bantuan psikolog.
Kesimpulan
Pengasuhan positif mendukung komunikasi produktif. Bagaimana orang tua mengajarkan memaafkan masa lalu, menjadikan diri anak-anaknya menjadi lebih berdaya, dan bersyukur dengan segala yang telah dimiliki.
Hal-hal positif ini disampaikan dengan bahasa yang penuh cinta pada anak. Meski mungkin dahulu orang tua kita tidak sempat menyalurkan cinta mereka dengan bahasa cinta sepenuhnya pada kita. Namun orang tua zaman sekarang masih punya peluang untuk melimpahkan cinta sebanyak-banyaknya pada anak-anak.
Yuk, Bunda... kita limpahi anak-anak kita dengan cinta yang banyak. Caranya dengan berkomunikasi lemah lembut pada mereka, insyaallah komunikasi akan berjalan lebih produktif.
Salam komunikasi produktif!
Posting Komentar