Anakku Sang Problem Solver



 


ANAKKU

SANG PROBLEM SOLVER

Acara mini workshop yang diadakan oleh Tim Kaizen pada hari Sabtu, 27 November 2021 lalu Alhamdulillah terselengggara dengan baik. Narasumber Izza Imania, M.Psi., Psikolog, memberikan materi yang sangat menarik dan menjawab keingintahuan para orang tua yang hadir menjadi peserta mini workshop.

Sebuah Refleksi Komunikasi Orang Tua Bersama Anak

Tujuan besarnya untuk memampukan anak memecahkan masalahnya sendiri. Komunikasi bagaikan oksigen dalam suatu hubungan. Jika tidak ada komunikasi ataupun ada namun tidak produktif, maka suatu hubungan tak akan berjalan dengan baik. Membesarkan anak itu harus dengan komunikasi verbal, agar terjalin dengan efektif.

Apa itu komunikasi efektif?

Komunikasi efektif itu proses berbagi informasi yang mengarah pada hasil yang diharapkan. Jika orang tua berkomunikasi dengan anak namun anak malah membanting pintu masuk kamar, berarti ada suatu masalah komunikasi antara orang tua dengan anaknya.

Ketrampilan yang dibutuhkan dalam komunikasi:

Komunikasi non-verbal > komunikasi verbal > attentive/listening/menyimak > memahami dan mengelola emosi

Pemilihan kata, gesture, dan intonasi bunda saat berbicara dengan anak harus diperhatikan. Berkata-kata namun penekanannya dengan nada tinggi sama saja tidak produktif.

Anak lebih menangkap intonasinya bunda ketimbang pesan yang ingin disampaikan. Bunda penting untuk terlihat menyimak saat berkomunikasi dengan anak, dan mampu mengelola emosi dengan anak.

Cara Mengidentifikasi Kesulitan dalam Berkomunikasi dengan Anak

Anak usia 3-4 tahun masa emosi dan neuron-neuron di otaknya sedang berkembang pesat, dan puncaknya tantrum.

Anak usia 10 tahun sudah beranjak remaja, hormon sedang naik turun

Kesulitan dalam Menerapkan Komunikasi dengan Anak

Penyebabnya:

  1. Luka pengasuhan; orang tua dahulu mengasuh dengan pola asuh tertentu sehingga menghadapi anak jadi kurang tepat

  2. Manajemen diri; mengidentifikasi dan meregulasi emosi, punya strategi mengatasi emosi, manajemen waktu, manajemen energi

  3. Kurang pengetahuan mengenai perkembangan anak; harus mengetahui informasi perkembangan anak

  4. Skill komunikasi belum terasah; bisa dilatih, orang yang introvert saja bisa menjadi pemimpin, berarti dia bisa mengasah keterampilan berkomunikasinya.

Gunung Es (Iceberg) sebagai Orang tua

Di puncak gunung yang ditampilkan orang tua adalah: behaviour - word and actions: ANGER

Sementara bagian tak terlihat yang terendam di bawah air, sebagai berikut:

Parent's Feelings:

1. Rejected/Abandoned
2. Powerless

3. Unrecognized/Voice not heard
4. Disrespect
5. Anxiety

6. Failure

7. Hopeles

8. Fear

9. Inadequacy

Mengenali gunung es kita perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab sebenarnya mengapa kata-kata dan sikap yang keluar pada saat berkomunikasi dengan anak itu tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Atau malah marah-marah yang keluar.

Bagaimana jika tipe pengasuhan pasangan berbeda?

Suami yang bahasa kasih atau bahasa pengasuhannya adalah pelayanan. Sementara bunda inginnya anak terlatih memecahkan masalahnya sendiri, mampu mengerjakan pekerjaannya secara mandiri.

Idealnya secara teori suami dan istri harus sama tipe pengasuhannya, menerapkan pola asuh yang sama ke anaknya. Namun bisa dilakukan pengenalan gunung es masing-masing. Mengikat janji bersama pasangan artinya berkomitmen untuk mengedukasi pasangan juga. Lewat iceberg kita jadi tahu luka pengasuhan pasangan.

Berkomunikasi dengan inner child sendiri agar jangan keluar saat ketemu sama anak. Salurkan ke waktu dan tempat yang lain agar tidak terlampiaskan saat ketemu anak.

Usia 7 tahun pertama, anak meng-capture figur sang ibu, sehingga sangat perlu hadir bersama anak. Rasa puas, nikmat disayangi, ibu punya peran besar. Agar ibu stabil emosinya, itulah perlu peran ayah, menjaga emosi ibu

7-12 tahun idealnya peran ayah masuk langsung mengajari anak. Makanya dalam Islam ayah sebagai imam, tidak semuanya dibebankan pada ibu semata.

Melatih Anak Menjadi Problem Solver Melalui Komunikasi Produktif

Pertanyaan reflektifnya: Kapankah bunda menyaksikan sendiri anak bisa menyelesaikan sendiri masalahnya?

Problem solving adalah proses menemukan solusi untuk menghadapi permasalahan, spesifik sesuai situasi dan konteks, sesuai tahap perkembangan, menemukan masalah dan menyederhanakannya. Bisa memakai formula design thinking:

  1. Empathize; empati

  2. Define; membantu mendefinisikan masalah

  3. Ideate; mendesain solusi

  4. Prototype; dicoba dulu

  5. Test, mengetesnya

Misalnya anak 3-4 tahun masih bisa fokus dengan satu hal, menggunakan simbolik. Yang ingin dilatihkan adalah autonomy.

Remaja, sudah bisa diajak berpikir abstrak, berpikir metakognisi (sudut pandang orang lain).

Define problem: Bisa menggunakan 5W dan 1H

Menyimak cerita anak, memberi pertanyaan, dan merumuskan kembali cerita anak, merefleksikan perasaannya, barulah berbicara mengenai kebutuhan anak

Ideate; Memberikan pertanyaan reflektif (question), memberi masukan dan bertanya (suggestion), dan membantu memilih ide-idenya (direction).

Prototype & Test; percaya, mendampingi, refleksi/evaluasi (question), Kalau kamu masih mau nanya lagi, Bunda ada di sini ya", "Kamu sudah cukup puas belum dengan hasilnya?"

Quality time 30 menit cukup bersama anak untuk bikin bonding dengan anak. Tanpa gangguan HP atau yang lainnya, benar-benar "turn in"

Sebaiknya bertanya pada anak tentang hasil usahanya, jadi tidak asal memuji dan anak jadi labil. Bunda memuji sesuai dengan yang diusahakan anak, genuine saja.

Agar anak tidak mengeluh ketika dimintai bantuan, harus diatur lagi strateginya. Biasanya anak meniru gaya bersikap orang tuanya. Anak merefleksikan yang dilihatnya dari orang tua. Bunda harus memahami gunung esnya anak. "Apa yang menyebabkan kamu merasa kamu terus yang disuruh?"

Mengkomunikasikan dengan anak apa yang bisa dilakukan agar anak tak lagi merasa dia terus yang disuruh. Semisal anak mengungkapkan ketidaksukaannya dengan suatu sikap bunda, maka sepakati bersama agar tidak terjadi lagi hal yang sama.

Usia 0-5 tahun: Untuk anak yang suka manjat-manjat, selama aktivitas tersebut tidak membahayakan dirinya tidak masalah. Pakai pengalihan yang dramatis, misalnya ada boneka yang bisa bicara. Tidak bisa langsung dikomunikasikan secara verbal, sebab usia ini anak masih kaya imajinasi.

Usia remaja yang minta HP baru, biarkan anak bercerita dulu tentang keinginannya. Bunda menanyakan harga HP, gali terus informasinya, tunggu jawabannya, hingga ketemu hal yang disepakati.

Mengenai bangun tidur, dari malamnya harus ada kesepakatan dengan sadar, besok paginya bunda bisa ketuk pintu dulu, membuka jendela kamarnya, setelah lima menit harus ada konsekuensinya.

Misalnya: karena telat bangun pagi, anak jadi terburu-buru ke sekolah dan lupa meletakkan buku PR nya. Lalu karena jam sudah harus mengharuskan pergi ke sekolah, anak tetap berangkat tanpa buku PR.

Jika anak protes tentang tidak adanya buku PR, bunda bisa menyampaikan bahwa anak sebaiknya tidak bangun telat kalau buku PR nya tidak ingin keselip lagi.

Pembahasan dan Kesimpulan

C before C Connection before Correction. Membangun koneksi dulu baru koreksi

Pertanyaan reflektif "Menurut kamu gimana..."

Membangun critical thinking anak

Mendampingi anak dalam membuat rencana aksi yang konkret bahkan hingga usia 25 tahun

Refleksi dan Konsekuensi "Kalau begini berhasil tidak?"

Kapan Melatihnya?

  1. Saat bermain, misalnya permainan tradisional, banyak filosofi problem solving-nya.

  2. Saat membaca buku, jangan langsung balik buku ke halaman berikutnya.

  3. Saat menonton bersama, tanya anak bagaimana cara menyelesaikannya

  4. Saat mengalami masalah nyata, masalah nyata itu seperti lautan, maka anak harus dilatih di kolam-kolam sebelumnya.

Pesan-pesan untuk orang tua yang ingin anaknya menjadi problem solver:

Melatih anak menjadi problem solver dapat menggunakan formula design thinking. Empati, define, ideate, prototype, test.

Beri anak kesempatan berpikir bagi dirinya sendiri, agar percaya diri bahwa ia mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.

Jadilah orang tua panutan, maka kemampuan orang tua untuk problem solving pada masalah sendiri sangat diperlukan, jika punya masalah pribadi, jangan meluapkannya pada anak. Ingat, anak akan meneladani orang tuanya.

***


Demikian resume dari mini workshop ANAKKU PROBLEM SOLVER persembahan dari Tim Kaizen, semoga bunda sekalian dapat melatih ananda tercinta menjadi anak-anak yang mampu memecahkan masalahnya sendiri serta masalah di sekitarnya.

(Tim Kaizen)


Post a Comment